Halaman

Minggu, 27 Mei 2012

Matter of Love [Part 4]

Title : Matter of Love
Author : black_aoi
Main Cast : Nishimura Aoi, Fujimoto Michiyo, Koike Teppei, Ueda Tatsuya
Genre : Romance
Rating : PG-13

Happy Reading!!

Part 4


Michi berjalan menuju kelasnya dengan perasaan yang lebih baik dari kemarin. Meskipun dia tidak bisa melupakan kejadian kemarin, namun mimpinya membuatnya merasa lebih baik. Dia bermimpi melihat Maru-senpai mengelus pipinya dengan lembut dan hal itu membuatnya nyaman. Saat sampai di kelas, dia mencari sosok Tatsuya. Tatsuya belum datang. Syukurlah, sergahnya dalam hati. Dengan begitu, pagi ini dia tidak perlu berurusan dengan orang gila itu. Dia lalu menuju tempat duduknya dan melihat keluar jendela, menunggu sosok sahabatnya datang untuk mendengarkan ceritanya.
***
Aoi berjalan pelan menuju kelasnya. Dia bingung dengan perasaannya hari ini. Dia merasa bersalah pada adik kelas yang dibentaknya kemarin tanpa punya salah apa-apa padanya. Dia juga masih marah pada Tatsuya yang membuat Michi menangis. Bel sekolah menyadarkan lamunannya. Dia lalu bergegas menuju kelasnya.
***
Di saat Kashiwara-sensei tengah mengajarkan pelajaran bahasa Inggris, Tatsuya baru datang ke kelas. Setelah menerima semua ocehan dan nasihat dari Kashiwara-sensei, dia lalu menuju tempat duduknya. Saat melewati bangku Michi, dia tersenyum padanya. Tentu saja Michi memasang tampang bete. Kashiwara-sensei lalu melanjutkan pelajaran. Saat tengah serius memperhatikan pelajaran, sebuah kertas terbang ke arah Michi. Michi lalu membuka kertas itu. Dibacanya tulisan di kertas itu, “Kau baik-baik saja?” Michi lalu memperhatikan sekeliling dan dilihatnya Tatsuya sedang menatapnya. Michi lalu menulis di kertas itu lalu melemparkannya lagi ke Tatsuya. Tatsuya membuka kertas itu dan membacanya, “Buat apa tanya-tanya? Bukan urusanmu!” Tatsuya hanya tersenyum setelah membaca surat itu. Dia lalu menuliskan balasannya dan melemparkannya pada Michi. Michi lalu membuka dan membaca isinya, “Aku senang kau baik-baik saja. Aku ingin berbicara padamu sebentar.” Michi berpikir sebentar, lalu menulis balasannya. Dilemparnya surat itu ke arah Tatsuya. Tatsuya mengambil kertas itu dan membukanya. Lalu dibacanya isi surat itu, “Buat apa? Untuk dilecehkan lagi? GAK MAU!” Tatsuya lalu membalas surat itu dan melemparkannya lagi pada Michi. Michi membuka dan membaca surat itu, “Kau masih marah?” Tanpa pikir panjang, Michi langsung meremas kertas itu. Dia lalu berjalan menuju sudut kelas dan membuang sampah itu ke tempat sampah. Dia lalu kembali ke tempat duduknya dan kembali memperhatikan pelajaran tanpa memerdulikan Tatsuya yang sedari tadi memanggilnya dengan suara pelan.
***
Jam istirahat. Michi mengajak Aoi menuju kantin untuk membeli beberapa snack. Di kantin, Aoi mendengar seseorang memanggil namanya. Dia lalu menoleh ke belakang, tapi tidak terlihat seseorang pun yang berjalan mendekat ke arahnya. Didengarnya Michi memanggilnya. Dia lalu bergegas menuju ke tempat Michi mengantri tanpa memperhatikan seorang cowok yang sedang berdiri dan menyembunyikan dirinya di balik bayang-bayang siswa lain yang lewat.
Setelah selesai membeli makanan, Michi dan Aoi kembali ke kelas. Sambil makan, Michi menceritakan semua kejadian kemarin kepada Aoi, termasuk mimpi yang membuatnya nyaman itu. Perasaan Aoi tentu saja campur aduk, bagaimana tidak, seorang cowok berani mengganggu sahabatnya dengan cara yang begitu keterlaluan. Tapi, Aoi senang sahabatnya tidak murung lagi. Mereka lalu bercanda tawa sampai akhirnya pembicaraan mereka diganggu oleh seorang.
***
“Bagaimana ini? Aku benar-benar menyukainya. Tapi, dia membenciku. Apa yang harus ku lakukan?” desah Teppei. Dia bingung, antara memperjuangkan perasaannya ataukah melupakan rasa itu. Dia ingin sekali bercerita kepada Haru, hanya saja pasti Haru akan meledeknya. Dia tengah memikirkan cara agar bisa dekat dengan Aoi-senpai. Satu ide gila terbesit di pikirannya. “Hmm, ide itu boleh dicoba. Tapi, apa tidak norak? Biarlah, hanya itu satu-satunya cara yang bisa ku pikirkan. Aku harus membuatnya dari sekarang.” kata Teppei dengan penuh semangat. “Tentu saja tanpa bantuan dari Haru. Anak itu tidak boleh tahu masalah ini.” Tambahnya.
***
“Michi, kamu dipanggil Mura-senpai. Katanya dia butuh kamu, masalah klub.”  Kata Sakura yang juga anggota klub memanah.
“Oh, gitu. Thanks ya.” Jawab Michi yang lalu bangkit dari tempat duduknya. “Aku pergi dulu ya, Ao, bentar kita lanjutin.”
“Oke, dah.” Jawab Aoi sambil melambaikan tangannya.
Michi lalu berjalan menuju klub memanah. Di sana, Mura sedang duduk termenung.
“Ada apa, ketua? Kenapa ketua memanggilku kesini?” tanya Michi
“Oh, tidak,” jawab Mura, “ada yang ingin aku bicarakan.”
“Apa ketua?”
“Mmm... Begini... Maukah.. maukah kau jadi pacarku?”
“EH?”
***
Bel masuk telah berbunyi. Aoi cemas, Michi belum juga kembali. “Ada apa ya? Kenapa dia belum kembali? Atau jangan-jangan..” pikir Aoi yang bukan-bukan, tapi karena dia melihat Tatsuya yang memasuki kelas dan duduk ditempatnya dengan keadaan yang biasa-biasa saja, dia menghapus pikiran anehnya tadi. “Mungkin saja memang ada keperluan mendadak dengan klubnya..” lega Aoi. Tiba-tiba, Tatsuya datang menghampiri Aoi.
“Kemana Fujimoto-san?”
“Buat apa kau mencarinya? Dia tidak suka bertemu denganmu.” Ketus Aoi
“Ada apa denganmu? Judes sekali. Aku tanya sekali lagi, dimana Michi?” jawab Tatsuya dengan nada suara yang lebih tinggi.
“Kau belum menjawab pertanyaanku, buat apa aku menjawab pertanyaanmu?” balas Aoi dengan nada yang tidak kalah dari Tatsuya.
Cewek ini ngeyel juga, pikir Tatsuya. “Baiklah, kalau kau tak mau menjawab. Aku cari sendiri saja. Terima kasih!” kata Tatsuya sambil beranjak meninggalkan tempat duduk Aoi dan meninggalkan kelas. Aoi yang melihat hal itu kembali berpikiran yang bukan-bukan. Dia juga bergegas mengejar Tatsuya, tapi guru yang mengajar pelajaran selanjutnya sudah memasuki kelas. Aoi membatalkan rencana itu sambil hatinya berharap tidak terjadi apa-apa pada sahabatnya itu.
***
“Tapi... senpai..”
“Tidak usah dijawab sekarang, lain waktu saja. Tapi pastikan kau sudah menemukan jawabannya dalam seminggu ini. Aku kembali duluan.” Kata Mura meninggalkan Michi yang tengah kebingungan. Setelah itu, Michi bergegas menuju kelasnya, pasti Ao sudah cemas padaku, pikirnya. Di jalan, dia kembali bertemu dengan orang sinting yang membuatnya jatuh cinta. Michi segera memasang tampang datar dan mempercepat langkahnya meninggalkan Tatsuya yang berhenti dan tengah tersenyum padanya. Tapi, tangan Tatsuya menarik tangannya dan menyadarkannya ke tembok.
“APA LAGI MAUMU?” bentak Michi
“Hmm.. aku ingin berbicara padamu. Kau punya waktu?”
“TIDAK. Aku tidak punya waktu untuk meladeni orang aneh sepertimu.”
“Kalau begitu, akan kupaksa kau mendengarkanku.”
“Hah? Terserah saja padamu, aku mau pergi. Lepaskan aku!”
“Tidak! Kau tidak akan kulepas sampai kau berjanji mau mendengarkan perkataanku.”
Michi mencari cara untuk membebaskan diri dari Tatsuya. Satu-satunya cara yang bisa dipikirkannya adalah memberontak dan berlari secepat mungkin, tapi genggaman Tatsuya begitu kuat. Tiba-tiba, dia teringat dengan Mura.
“Lepaskan aku! Aku ada janji dengan Mura-senpai. ”
Perkataan Michi itu membuat Tatsuya melonggarkan genggamannya. Melihat kesempatan langka itu, Michi segera berlari meninggalkan Tatsuya yang marah sambil meninju tembok.
“Syukurlah, aku bisa lolos. Tapi kenapa dia marah? Sudah kuduga dia punya hubungan khusus dengan Mura-senpai. Tapi, apa ya? Hmm, akan kutanyakan nanti pada Mura-senpai, sekarang lebih baik aku cepat-cepat sebelum dimarahi oleh sensei.” Kata Michi dalam hati.
***
Saat bel pulang, Michi dan Aoi bergegas pulang. Seharusnya Michi ada kegiatan klub sore ini, tapi karena Tatsuya dan Mura dipastikan ada disana, Michi memilih absen hari ini. Aoi sendiri tidak punya kegiatan klub hari ini, jadi dia bergegas pulang untuk mengerjakan prnya. Saat membuka lokernya, ada sebuah origami burung bangau di sana. Aoi tak punya waktu untuk melihat isinya sekarang, jadi dia memasukkan origami itu ke dalam tasnya dan mengajak Michi untuk pulang.
Ternyata Michi tidak pulang ke rumahnya. Dia memutuskan untuk ke rumah Aoi hari itu, tentu saja untuk berbagi cerita dengan Aoi. Saat sampai di rumah Aoi, Michi segera naik ke lantai atas, kamar Aoi dan Aoi pergi untuk mengambil makanan dan minuman untuk mereka berdua.
Di dalam kamar Aoi, Michi duduk di pinggir tempat tidur. Karena bosan, dia lalu menjelajahi kamar itu, hal yang tidak pernah lagi dilakukannya sejak masuk SMP. Saat berkeliling, dia menemukan sebuah bingkai foto yang ditempatkan di atas lemari kecil yang sepertinya dijadikan tempat penyimpanan barang-barang yang sudah tidak dipakai lagi oleh sang pemilik. Michi memperhatikan foto itu dengan seksama, di foto itu ada seorang gadis kecil bersama teman lelakinya. Anak lelaki tersenyum bebas di foto itu, sedangkan si gadis kecil tersenyum malu-malu. Michi lalu mengambil foto itu dan kemudian duduk di depan meja kecil sambil bersandar pada tempat tidur. Tak lama kemudian, Aoi masuk sambil membawa baki berisi 2 jus jeruk dan beberapa cemilan. Setelah meletakkan baki itu di atas meja, Aoi duduk di seberang Michi dan membuka pembicaraan.
“Maaf ya, lama. Aku harus mencari cemilan yang disimpan ibuku dulu.”
“Iya, gak apa-apa kok.”
“Ayo diminum, Michi.”
“Iya. “
“Kamu mau cerita apa?”
“Oh.. itu... masalah Tatsuya..”
“Si lelaki brengsek itu? Dia membuatmu menangis lagi?”
“Eh.. gak kok.. bukan itu yang ingin aku ceritain..”
“Oh, baguslah. Kupikir dia membuatmu menangis lagi. Jadi, apa?”
“Kayaknya aku jatuh cinta deh sama dia..”
“APA?”
***
Tatsuya berjalan dengan penuh emosi memasuki rumahnya. Tanpa memperhatikan sapaan pembantunya, dia lalu bergegas menuju kamar Mura. Dia membuka pintu dengan paksa, lalu masuk dengan kasar. Mura melihatnya bertingkah seperti itu, berdiam diri seakan tak ada apa-apa yang terjadi. Karena kesal, Tatsuya berteriak pada kakaknya itu.
“Apa maksud nii-san berbuat begitu?”
“Berbuat apa?”
“Michi..”
“Oh, kenapa? Tak ada larangan aku mendekatinya kan?”
“Apa maksudmu? Kau sudah tahu kan kalau aku suka padanya? Kenapa kau masih mau merebutnya?” teriak Tatsuya
“Aku tidak bermaksud apa-apa. Lagian, kau sudah punya Syoko kan?”
“Ini tidak ada hubungannya dengan Hijirikawa-san. Ini antara kau dan aku.”
“Tidak ada hubungannya bagaimana maksudmu? Bukannya kau sudah bertunangan dengannya? Jadi, untuk apa kau mengurus Michi?”
“SIALAN KAU!” kata Tatsuya marah, dia mengepalkan tangan kanannya.
“APA? Mau pukul? Pukul saja kalau kau berani. Dengan begitu aku yang akan bersama Michi. Silakan kau bersama Syoko itu.” Gertak Mura
“KAU..” kata Tatsuya geram sambil berjalan meninggalkan tempat itu. “SIAL!!!” teriak Tatsuya di koridor rumahnya. Mura yang melihat itu hanya bisa tersenyum, senyum kemenangan sekaligus senyum mengejek. “Akhirnya kau kalah. Rasakanlah itu, adikku yang manis..”
***
Aoi terdiam mendengar perkataan sahabatnya itu. Michi menceritakan segalanya, tanpa ada hal yang disembunyikan seperti sebelumnya. Setelah selesai, Michi mengambil beberapa keping biskuit dan memakannya, menunggu tanggapan dari Aoi. Beberapa saat kemudian, Aoi pun berbicara.
“Jadi, kau sekarang jatuh cinta dan tak tahu harus berbuat apa? Sementara Mura-senpai meminta jawabanmu dalam minggu ini?”
“Ya, Ao. Menurutmu aku harus bagaimana?”
“Kalau aku sih, ikuti kata hatimu saja. Apa kau benar-benar mau pacaran dengan Mura-senpai? Kalau tidak, lebih baik kau tolak saja, lalu perjuangkan rasamu pada si brengsek satu itu, maaf ya aku bilang dia brengsek, karena pada dasarnya dia memang brengsek, tapi hati-hati saja. Kalau kau sakit hati, ada aku yang akan menemanimu.” Kata Aoi bijak
“Hmm.. benar juga perkataanmu.. Tapi ada hal yang membuatku penasaran..”
“Apa?”
“Kau masih ingat ceritaku tadi kan? Sewaktu Tatsuya mendengar aku menyebut nama Mura-senpai, dia melonggarkan genggamannya. Menurutmu kenapa?”
“Hm.. kayaknya Tatsuya punya hubungan khusus dengan Mura-senpai. Lagian, kau pernah cerita kalau Ueda-san masuk klub memanah karena Mura-senpai. Ingat gak?”
“Oh iya.. waktu itu aku juga kaget, tapi karena dia memang berbakat dan aku tak punya waktu untuk meladeninya, aku pergi saja dari tempat itu. Aku punya firasat yang sama denganmu. Apa lebih baik besok aku tanya saja Mura-senpai?”
“Yah, terserah kau saja. Tapi kalau ada sesuatu, segera beritahu aku ya.”
“Oh, oke.. Nee  Ao”
“Hm?”
“Ada sesuatu yang ingin kutanyakan..”
Michi lalu mengambil foto yang disimpannya tadi di sebelahnya, lalu memperlihatkannya pada Aoi.
“Anak ini.. sepertinya aku pernah melihatnya dulu.. dia siapa Ao?”
“Oh.. dia...”


tbc..


Author's note: Gomen baru bisa update sekarang, soalnya lagi banyak kerjaan dan terpaksa proses pembuatan lanjutan fic ini ditunda.. mungkin, selanjutnya bakal telat lagi, tapi bakal aku usahain post cepat.. Arigatou~ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar