Halaman

Selasa, 08 Mei 2012

Story: I Remember You

title : I Remember You
author : me, black_aoi
genre : friendship, romance
rating : general
cast : Takahashi Runa, Kamiki Ryunosuke, Lee Taemin
background song : YUI - I Remember You
note : Setelah denger lagunya YUI, jadi terinspirasi buat bikin fic ini. Enjoy aja!


Juni 2011
"Hembusan angin menyapaku lembut. Sangat menyejukkan. Langit pun terlihat sangat indah, mengingatkanku padamu, sahabatku yang telah pergi selamanya. Apakah kau akan kembali? Aku berharap iya, tapi itu pasti tak mungkin terjadi. Karena kau sudah berada di sana, bersama Tuhan yang baik hati dan kelak, aku pasti akan menyusulmu. Aku tahu kau pasti mengawasiku dari atas sana. Kuharap kau tak bersedih melihatku. Semoga kau tetap menjadi Ryu-ku, Ryu yang selalu tertawa bersamaku..."

The wind on my face is so cold
But it reminds me of the sky, when we were together
I can still see the ocean from my home
I'm looking and waiting for you here

"Runa..." Gadis itu mendengar sebuah suara memanggilnya. Apakah saat ini aku sudah berada di surga? pikir gadis itu. "Runa nee-san..." suara itu terdengar lagi. Dia pun membuka matanya dan melihat sekeliling. Ada seorang gadis kecil menghampirinya. Saat anak itu sampai, dia terengah-engah. "Saki, ada apa?" tanya gadis bernama Runa itu. "Orang tuamu memanggilmu, nee-san. Mereka bilang ada berita bagus untukmu." jawab Saki. "Baiklah, ayo kita kembali." kata Runa sambil memegang tangan Saki. Mereka berdua berjalan menuju kamar rawat mereka yang sekamar.

***

Kamar rawat,
Runa melihat ibunya sedang memasukkan pakaiannya ke dalam tas, sedangkan Saki naik ke tempat tidurnya dan bermain bersama ibunya sendiri. Runa lalu berjalan mendekati ibunya dan duduk di pinggir tempat tidurnya.
"Runa, kata dokter kau sudah boleh pulang. Tumor di otakmu sudah diangkat. Kau hanya harus menjaga kesehatanmu di Jepang nanti."
"Ibu, apa aku bisa sekolah lagi?"
"Tentu saja sayang."
"Aku punya permintaan lain, bu."
"Apa sayang? Katakan pada ibu. Kalau bisa ibu lakukan, pasti akan ibu lakukan. Dengan syarat kau akan selalu menjaga kesehatanmu setibanya kita di Jepang nanti."
"Aku berjanji, bu. Permintaanku, saat tiba di Jepang nanti, bolehkan aku mengunjungi makam sahabatku?"

*flashback*
April 2011
"Suster, gunting dan penjepit."
"Ini dok."
"Bagaimana keadaannya?"
"Stabil, dok."
"Anak ini punya semangat, semangat untuk hidup. Ayo segera kita selesaikan."

di tempat lain...
"Luka anak ini cukup parah, bagaimana kondisinya?"
"Sepertinya ada pendarahan di otak, denyut jantungnya terus menurun,"
"Siapkan alat pacu jantung."

Beberapa saat kemudian,
Seorang wanita setengah baya berlari menuju ke arah seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi. Dibelakang wanita itu, seorang gadis muda mengikutinya dengan wajah cemas.
"Bagaimana keadaan anak saya, dokter?"
"Maaf bu, kami sudah berusaha. Tapi, anak ibu tidak bisa diselamatkan."
"Jadi... anak saya..." tanya ibu itu dengan suara bergetar. 
"Maafkan kami bu. Silakan ibu melihat jasad anak ibu. Saya permisi." kata dokter itu beranjak pergi.
Ibu itu pun terjatuh lemas dan menangis histeris.
"RYU... RYU... RYUKU...." teriak ibu itu lepas kendali. Anak perempuannya memeluknya dan ikut menangis, namun dengan kondisi yang jauh lebih terkendali daripada ibunya.

The days have changed and gone by,
But our summer is still there, in my surfboard
I remember the sun then, like it was yesterday
Ne, I can still hear your voice

Sebulan kemudian,
Terdengar deringan hp seseorang yang diletakkan di atas meja, bersebelahan dengan sebuah bingkai foto. Foto yang ada disitu adalah foto Runa yang tengah tersenyum bersama seorang remaja pria  yang juga tersenyum manis. Hubungan keduanya yang cukup dekat tergambar jelas di foto itu. Seorang gadis muda yang mendengar dering hp itu mengangkatnya.
"Ryu, ini aku. Operasiku berhasil.."
"Halo?" jawab gadis muda itu.
Runa yang kebingungan karena bukan suara Ryu yang biasa didengarnya saat dia menelpon memutuskan untuk memperkenalkan dirinya terlebih dahulu.
"Halo? Maaf sebelumnya, saya Takahashi Rina, teman Kamiki Ryunosuke. Apa dia ada?"
"Runa nee-chan?" tanya gadis itu.
"Yuri? Kau Yuri? Ini aku, Runa. Ryu mana? Tolong berikan hp itu padanya, aku rindu sekali."
"Maaf, nee-chan. Aku tak bisa melakukan hal itu."
"Apa maksudmu? Dia sedang pergi ya? Ya sudah, sebentar aku telpon lagi."
"Bukan itu nee-chan. Maksudku, dia takkan bisa berbicara denganmu lagi."
"Apa maksudmu Yuri?"
"Oniisan sudah meninggal, sebulan yang lalu. Maaf, tak sempat memberitahumu, nee-chan."
"A...pa..." Runa lalu terbaring lemas diranjangnya. Kabar baik yang ingin disampaikannya berubah menjadi kabar buruk. Perjuangannya bertahan hidup selama ini, demi orang yang disayanginya kini sia-sia. Dia hanya bisa menangis.
"Ryu.. kau pernah berjanji padaku bahwa kau akan menemaniku sampai aku sembuh dan menungguku kembali ke Jepang lagi, tapi kenapa kau tidak menepati janjimu? Kau meninggalkan aku sendirian di sini. Aku bahkan belum sempat mengutarakan perasaanku padamu...." dia menangis terisak-isak, "kumohon Ryu, kembalilah. Untukku saja. Aku sangat membutuhkanmu..." Kondisi Runa makin terpuruk, dia tak bisa berpikir dengan jernih lagi, "kalau kau tak mau kembali, aku saja yang pergi menemuimu!" Tanpa basa-basi, Runa mencabut selang infus yang terpasang di tangannya. Dengan kondisi tubuh yang belum kuat pascaoperasi, tentu saja dia tidak bisa menahan tubuhnya yang membutuhkan alat itu. Karena sudah tak tahan lagi, Runa pingsan dan tak sadarkan diri selama beberapa hari.

Beberapa hari kemudian,
Runa siuman. "Aku dimana? Apa aku sudah berada di surga?" tanya Runa dalam hati. Sayup-sayup suara yang dikenalnya terdengar. "Runa.." Beberapa saat kemudian, Runa sudah bisa melihat semuanya walau samar. 
"Runa... Syukurlah kau selamat..."
"Ibu?"
"Kemarin ada orang yang menjahatimu. Dia mencabut selang infusmu. Tapi, syukurlah, ada suster yang lewat dan melihat keadaanmu. Jadi, kau tak sempat celaka."
"Jadi? Aku tak jadi mati? Aku gagal bertemu Ryu?" tanya Runa dalam hati. Tiba-tiba, air matanya menetes jatuh membasahi pipinya. Ibunya kaget melihat anak tunggalnya menangis tanpa sebab.
"Mengapa kau menangis sayang? Semuanya baik-baik saja sekarang." kata ibunya khawatir.
"Aku hanya senang saja bu. Ini tangisan kebahagiaan." kata Runa berbohong,
"Ryu, kau tak ingin aku mati, ya?"
*flashback end*

You said that you're not going to cry
We waved each other goodbye silently
We didn't say any words, our hands did that for us
You disappear at sunset
I remember you

Every time I hold your old ruisty gitar
I hear our song tugging at my heart
The days seem so cloudy now
Passing by one after the other

Narita Airport, Tokyo
"Runa... kau mau kemana?"
"Jalan-jalan, bu. Aku akan pulang ke rumah setelah itu."
"Kau masih ingat jalan pulang?"
"Iya, bu. Aku masih ingat. Kalau ada masalah, aku pasti akan menelpon ibu. Aku pergi dulu, bu."
"Hati-hati,ya."

Kompleks pemakaman
Runa dengan pelan memasuki kompleks pemakaman, mencari-cari nama Kamiki, nama keluarga Ryu. Setelah lama berjalan, akhirnya dia menemukan makam Ryu, makam sahabat dan orang yang sangat dicintainya. Orang yang memberinya semangat untuk hidup.
"Hai Ryuu... Senang melihatmu lagi setelah 2 tahun tak melihatmu. Bagaimana keadaanmu saat ini?"
Runa merasakan hembusan angin yang sangat sejuk.
"Apa ini jawabanmu, Ryu?"
Runa menangis di pinggir makam Ryu.
***

Seminggu kemudian, 
"Runa, hari ini kamu sudah sekolah kan?"
"Iya, bu. Aku sudah siap."
"Ayo kita pergi. Ibu akan mengantarmu."
"Tidak usah, bu. Aku pergi sendiri saja."
"Tapi, kamu belum tahu sekolah barumu."
"Tentu saja aku tahu, bu. Shiraishun kan? Ibu sudah jelaskan semuanya kemarin, kok."
"Tapi ibu khawatir padamu."
"Aku tidak apa-apa, bu. Ibu urus pekerjaan ibu saja. Kalau ada hal yang terjadi, aku pasti menelpon ibu."
"Ya sudah, hati-hati. Ingat untuk menelpon ibu setibanya kau di sekolah."
"Iya, bu. Ittekimasu."

Runa pun berjalan menuju sekolah barunya, Shiraishun gakuen. Ia berjalan sambil menikmati hembusan angin. Dia merasakan kehadiran Ryu yang sedang berjalan bersamanya saat ini. Perasaan itu, mengingatkannya lagi tentang Ryu dan hal ini membuatnya ingin menangis. Namun, ia bertekad untuk tidak menangis di hari pertamanya sekolah. Ia sudah berjanji untuk terus menjalani hidupnya, meski terasa hampa tanpa ada Ryu yang selalu menyemangatinya. 
Setelah lama berjalan, akhirnya Runa sampai di sekolah barunya. Angin bertiup dan menerbangkan kelopak bunga sakura yang sedang bermekaran. Dibukanya tasnya dan mengambil handphonenya sambil berjalan memasuki sekolah dengan senyum menghias bibirnya.

But I remember thinking
I know we're living for someone
Yeah, the sun told that to me
Ne, I can still hear you

You said that you're not going to cry
We waved each other goodbye silently
We didn't say anywords, our hands did that for us
You disappeared at sunset
but I remember you

Tak terasa sudah 1 bulan Runa berada di sekolah barunya. Semuanya terasa menyenangkan. Dia mempunyai teman dan sahabat baru. Namun, tetap saja bayang-bayang masa lalu masih sering mengingatkannya kepada Ryu. Hari ini, Ayukawa-sensei memanggil Runa dan Sora untuk membawa fotokopian pelajaran. Mereka berdua mengambil fotokopian tersebut di ruang guru, lalu membawanya menuju kelas mereka. Saat berjalan di koridor, hembusan angin kembali bertiup dan menerbangkan kertas-kertas itu. Runa dan Sora segera memunguti kertas-kertas itu sebelum ada angin yang meniup kembali. Saat Runa sedang memungut kertas itu, ada sosok lain yang membantunya. Dilihatnya, Ryu sedang memungut kertas-kertas itu, lalu memberikannya kepadanya. Runa terdiam melihat hal itu dan tanpa disadarinya, air matanya jatuh membasahi pipinya saat sosok itu pergi. Sora yang sedari tadi sibuk membereskan kertas-kertas itu di tempat lain kaget melihat Runa menangis saat dia sedang menoleh untuk melihat keadaan Runa. 
"Runa, kau kenapa? Kenapa kau menangis?"
"Sora... Ryu.. dia disini.."
"Tidak mungkin Runa, Ryu sudah meninggal. Kita pernah bersama-sama ke makamnya kan?"
"Tapi dia disini tadi, membantuku membereskan kertas-kertas ini.."
"Sudahlah Runa. Seka air matamu dan ayo kita bergegas ke kelas."
***

Pertemuan Runa dengan sosok Ryu terjadi lagi. Kali ini Sora juga melihat hal itu.
"Kau sudah lihat kan? Itu Ryu. Ryu kembali. Untukku!"
"Sadarlah, Runa. Itu bukan Ryu. Dia orang lain. Ryumu sudah meninggal."
"Tapi, dia itu Ryu.."
"Runa, dia itu orang lain, bukan Ryumu. Dia Lee Taemin, murid dari korea yang pindah seminggu sebelum kedatanganmu ke sekolah ini. Kalau kau tidak percaya, ayo ikut aku."
"Kemana?"
"Ikut saja.. Kau akan percaya kalau dia bukan Ryu."
Sora membawa Runa menuju kelas 2-3. Disana, terlihat sosok Ryu sedang bercanda dengan temannya.
"Tawanya.. seperti cara Ryu tertawa." kata Runa dalam hati. Sora menarik tangan Runa dan membawanya ke depan Ryu.
"Hei, perkenalkan dirimu padanya!" perintah Sora pada Ryu sambil menunjuk ke arah Runa.
"Halo, aku Taemin. Ada perlu apa denganku?"
Runa hanya bisa terdiam mendengar hal itu. Sora lalu berterima kasih pada Taemin, lalu menarik Runa pergi dari tempat itu.
"Sekarang, kau sudah percaya kan? Dia bukan RYU."
Runa hanya mengangguk.
"Lebih baik kau lupakan Ryu."
Runa mengangguk lagi.
"Nanti aku bantu agar kau bisa dekat dengan Taemin. Ayo kita ke kelas."
***

Sora menepati perkataannya. Dia membantu Runa mendekati Taemin. Taemin juga terbuka untuk menerima Runa. Hanya saja, Runa setengah hati menerima Taemin. Kedekatan mereka yang lama terjalin kini berubah menjadi hubungan yang lebih dekat, yakni pacaran. Hari Minggu, hari kencan mereka. Taemin datang lebih dulu, menunggu Runa. Namun, Runa tak kunjung datang. Setelah menunggu 3 jam, telponnya berbunyi.
"Halo? Taeminaah?"
"Ne?"
"Maaf, aku tak bisa datang. Aku harus cek-up. Maaf membuatmu menunggu tanpa memberi kabar apa-apa."
"Oh.. Tidak apa-apa kok. Semoga kau baik-baik saja. Sampai jumpa."
Taemin menutup telpon dan bergegas pulang. Dia merasa kesal karena sudah menunggu 3 jam, tapi karena Runa punya kegiatan yang lebih penting untuk dilakukan, dia pun merelakannya. Dia hanya berharap, kejadian ini tidak akan terjadi lagi.
Sementara itu, Runa dengan berat hati membohongi Taemin. Cek-upnya sudah dilakukannya pada hari Jumat. Dia hanya tidak bisa berhadapan dengan Taemin dan bercanda tawa bersamanya, sedangkan dihatinya masih ada Ryu. Dia lalu terduduk, memikirkan nasib mereka bertiga. Akhirnya, dia memutuskan untuk melupakan Ryu.
"Aku harus memperhatikan Taemin. Dia kan pacarku sekarang. Maafkan aku Ryu, aku harus melupakanmu." gumamnya dalam hati.

I haven't changed at all since then, 
Except now, I have courage to move on.

***

Hari terus berlalu. Runa mulai bisa melupakan Ryu. Dia juga membuka hatinya untuk Taemin. Mereka jadi lebih akrab dan lebih mesra. Suatu hari mereka berjalan-jalan bersama, terjadi sesuatu pada Taemin. Taemin tiba-tiba pingsan. Runa pun segera menelpon ambulan.

Rumah sakit,
Runa gelisah menunggu dokter keluar dari ruang operasi. Sesuatu terjadi pada Taemin dan dia tidak tahu apa itu. 
"Semoga Taemin baik-baik saja..." pinta Runa pada Tuhan.
Keluarga Taemin berjalan menuju tempat Runa berada.
"Apa yang terjadi?" tanya Ibu Taemin
"Aku tidak tahu. Dia tiba-tiba pingsan."
"Omo.. Penyakitnya kambuh lagi."
"Penyakit apa tante?"
"Leukimia. Apa dia tidak cerita padamu?"
"A...pa..." Runa menangis. Dia menangisi keadaan Taemin dan penyakit yang menggerogoti tubuhnya, sama seperti dirinya dulu.
"Mengapa kau tidak pernah cerita padaku, Taemin?" tanya Runa. Tiba-tiba, seorang dokter keluar.
"Bagaimana dok?" 
"Kondisinya buruk. Sepertinya dia tidak bisa diselamatkan lagi. Dia memanggil seseorang yang bernama Runa."
Sambil menahan air mata, ibu Taemin menyuruh Runa untuk memasuki ruangan. Runa bergegas memasuki ruangan itu. Dilihatnya Taemin dalam kondisi yang menyakitkan. Runa tak sanggup untuk membendung air matanya lagi.
"Taemin.."
"Runa.. Maafkan aku, ya.."
"Jangan minta maaf, kau tak salah apa-apa. Kau hanya harus berusaha melawannya."
"Maaf Runa, aku tak sanggup lagi."
"Taeminaah, berhentilah berbicara. Jangan paksa dirimu lagi."
"Runa.. Kau harus berjanji padaku.."
"Apa?"
"Ja..ngan me...na..ngis la...gi, ya.." 
"Aku tidak akan menangis lagi Taemin, aku berjanji. Kau juga harus sembuh ya."
Taemin tak mengatakan apa-apa lagi.
"Taemin... Taemin..." panggil Runa sambil menggoyangkan badan Taemin.
"Taemin.. Taemin.." teriak Runa. Keluarga Taemin memasuki ruangan itu. "Ada apa?"
"Taemin... Dia sudah pergi.."
"Taemin..." tangis ibunya. Saudara-saudaranya yang lain juga menangis. Taemin sudah pergi dan dia pergi dengan tenang.
***

Hari pemakaman Taemin. Runa pergi ke pemakaman dengan wajah tenang, berusaha untuk tidak menangis, seperti janjinya pada Taemin. "Taemin, berbahagialah di sana. Semoga kau bisa akrab dengan Ryu. Aku senang bisa dekat dengan kalian berdua." kata Runa sambil berjalan menghadap matahari terbenam, dengan hembusan angin yang mengiringi langkahnya. "Aku akan selalu mengingatmu.."

As I promised, I'm keeping my tears back
But to do that, I have to be stronger that everyone
I won't say goodbye, because whenever I close my eyes
We're together again
I remember you

~ fin ~

NB: Fiuhh... Akhirnya, bisa post ini fic. Setelah berbulan-bulan gak punya waktu, akhirnya selesai juga. Ada yang aneh dengan fic ini, maklum authornya juga aneh, tapi yang penting selesai.. Alhamdulillah.. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar